Rabu, 29 September 2010

DEMONSTRASI DI NEGARA DEMOKRASI/ Ni Putu Yena Yossiana Devi (25)

“Aksi anarkis yang dilakukan mahasiswa menuntut penuntasan skandal Bank Century kembali terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan Kamis (4/2). Ratusan mahasiswa Universitas Sultan Alauddin Makassar berunjuk rasa dengan merusak fasilitas publik yang berada di sekitar Jalan Sultan Alauddin. Pos polisi yang berada di perempatan Jalan Pettarani dan Sultan Alauddin yang berada di dekat kampus juga menjadi sasaran pengrusakan. Selain memecahkan kaca-kaca, mereka juga menghancurkan perabotan di pos polisi…” (http://berita.liputan6.com)
Cuplikan di atas merupakan salah satu kasus dari sekian banyak kasus demonstrasi anarkis yang terjadi di Indonesia. Kerusuhan, menganggu ketertiban, dan anarkis, merupakan kesan yang ditangkap masyarakat Indonesia mengenai demonstrasi-demonstrasi yang terjadi di era reformasi ini. Demosntrasi memang merupakan hal yang wajar terjadi di negara-negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Namun perlu diingat pengertian dan tujuan dari demostrasi itu sendiri. Apa sebenarnya demonstrasi itu? Apakah tujuan kita melakukan demosntrasi? Bagaimanakah sikap dan perilaku kita ketika melakukan demosntrasi?
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang patut kita jawab dan renungkan. Demonstrasi pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini tampaknya saluran politik di parlemen sedang macet, sehingga aksi-aksi demonstrasi makin marak terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Dzulfian Syafrian dalam weblog-nya, “Malang nasib kita, keadaan partai politik kita jauh dari kondisi ideal. Partai politik tidak lebih dari sekedar kendaraan politik untuk mencapai keinginan semu, minim ruh-ruh perjuangan, apalagi nilai-nilai pengorbanan. Yang ada adalah perlombaan untuk memperkaya diri. Wajar jika tidak sedikit wakil rakyat kita yang harus dibui lantaran tertangkap kasus korupsi…”
Demonstrasi yang marak terjadi tidak lain merupakan wujud kepedulian masyarakat sekaligus ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap system pemerintahan di Indonesia. Ditambah lagi seperti yang diungkapkan di atas, mengenai buntunya saluran aspirasi lewat DPR, membuat demonstrasi menjadi sesuatu yang sangat wajar. Dzulfian Syahrifan juga mengungkap bahwa semenjak era reformasi, kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hadiah terbesar bagi negeri ini setelah lebih dari tiga puluh tahun suara rakyat dibungkan oleh kejamnnya zaman otoritarian ala orba. Alhasil, nampaknya di negeri ini berlaku istilah tiada hari tanpa demonstrasi.
Dilihat dari segi tujuan dan manfaat, jelas demonstrasi merupakan suatu hal positif jika tidak dibarengi dengan aksi “ANARKIS” para demosntran. Bagaimana tidak, gambaran mengenai demonstrasi secara umum menjadi sangat buruk diakibatkan oleh demonstran yang tidak bisa menahan emosinya sehingga melakukan aksi-aksi yang merusak fasilitas dan menganggu ketertiban serta keamanan. Demonstrasi anarkis ini biasanya dimaksudkan untuk menarik perhatian berbagai kalangan agar aspirasi mereka lebih didengar. Namun bukannya menarik perhatian positif, aksi anarkis ini malah dinilai negatif oleh sebagian masyarakat. Sering terdengar cibiran dalam masyrakat mengenai kaum intelektual yang berdemonstrasi anarkis, melempar batu, botol, bamboo, dan sebagainya.
Bayangkan, apakah yang ada dalam benak pemerintah kita ketika terhadi suatu masalah di negeri ini kemudian banyak orang berbondong-bondong turun ke jalan dengan membawa spanduk, slogan, dan tidak lupa mengikutsertakan bumbu-bumbu tindakan anarkis? Tentu saja hal ini akan membawa masalah baru. Belum lagi apabila terjadi bentrokan antara demosntran dan polisi. Sering kali terjadi kesalahpahaman antara demosntran dan polisi sehingga berawal dari demonstrasi, akan berujung pada jeruji besi.
Inikah yang dikehendaki oleh “aksi demonstrasi”? tentu tidak. Maka dari itu, tujuan mulia demonstrasi, yakni menyalurkan aspirasi guna membantu menyelesaikan permasalahan negeri ini janganlah dicampur adukkan dengan kepentingan pribadi atau golongan. Jangan pula dikaburkan dengan emosi yang meluap-luap dan akal sehat yang tertinggal di rumah sehingga maksud dari aksi demonstrasi tersebut akan tersampaikan dengan lebih baik
Demonstrasi tidak pernah salah. Kesalahan tindakan demonstrasi terdapat pada demosntran yang sekali lagi, kebanyakan tidak dapat menyelaraskan antara pikiran dan tindakannya. Demonstrasi yang sopan, santun, dan damai tentu akan lebih menarik simpati dan tanggapan positif dibandingkan dengan demosntrasi yang anarkis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar