Rabu, 29 September 2010

Pantun Demokrasi/ Odiyana P. Griadhi (23)

Orang meninggal orang melayat 
Orang baik dapat tamu 
Wahai engkau wakil rakyat! 
Ingatkah engkau akan janjimu? 

Abis makan bersendawa 
Jangan lupa nonton kartun 
Hai kakak-kakakku mahasiswa! 
Berdemokrasilah dengan santun 

Kampung adat kampung aman 
Jalan – jalan ama Bagas 
Para wakil rakyat yang budiman 
Harus jujur, adil, dan tegas 

Minimarket banyak obral 
Para ibu siap berlaga 
Wakil rakyat yang tidak bermoral 
Hak kami engkau renggut juga

Ibu – ibu beli terasi 
Banyak orang yang melarat 
Laksanakan aturan demokrasi 
Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat 

Nenek – nenek makan nasi akik 
Anak – anak makan bubur 
Pemilihan umum yang baik 
Pemilihan yang bebas dan jujur 

Anak kucing makan itik 
Si Maimun dan Si Mubarok 
Pilkada pake money politic 
Pilkada yang sudah bobrok 

Kera sakti si manusia kera 
Telur dadar dimakan Jaja 
Persamaan hak bagi warga negara
Hanya sekedar teori saja

Pantaskah engkau mengkritik? / Jan Wira Gotama Putra (15)

“Mana ? Tunjukan janjimu ! “. “Saya kecewa dengan pemerintah yang sekarang selalu…”. Dan masih banyak kalimat-kalimat lainnya yang baik sengaja maupun tidak sengaja terlontarkan pada pemerintah kita sekarang ini. Mulai dari persoalan gas, dan kenaikan TDL, pemerintah memang seaakan tidak mau mendengarkan aspirasi dari rakyat, tapi apakah anda mengetahui bagaimana jika anda di posisi pemerintah? Tentu saja pasti anda akan sangat hati-hati dalam mengambil kebijakan yang menyangkut kepentingan orang banyak ini. Contohnya saja TDL, jika tidak dinaikkan, mungkin akan berakibat fatal, persediaan batu bara di dunia semakin menipis, tentu saja harganya akan semakin mahal, dan apabila TDL tidak dinaikkan, apakah anda tidak berpikir PLN dan Negara mungkin saja rugi?
Memang susah persoalan di Negara kita ini, yang mulai dari atas sampai bawah bermasalah. Dari praktik korupsi skala besar yang proses penuntasannya lama, sampai korupsi kecil-kecilan di tingkat bawah yang terselubung. Sebagai warga Negara yang baik, ada baiknya kita tidak hanya mengkritik, ataupun menghakimi pemerintah, tetapi kita juga ikut memberikan solusi apa yang harus mereka lakukan, kan ada DPR sebagai penampung aspirasi rakyat. Dalam hal memilih, ada baiknya masyarakat lebih berhati-hati, dan tidak melihat uang semata. Saat kampanye, ada istilah money politic, yang biasanya si calon terpilih membagi-bagikan uangnya saat kampanye, mestinya rakyat juga berpikir, yang kita butuhkan adalah kecerdasan si calon terpilih itu, bukan uangnya.
Moral warga Negara ini mulai kurang baik sekarang, untuk itu sangat diperlukan pelajaran PKN dan pelajaran moral di sekolah, karena dari dunia pendidikanlah lahir para calon pemimpin bangsa ini, jika pendidikan terpuruk, maka Negara juga akan terpuruk.

“ Berikanlah dirimu sebuah momen kedamaian,
Dan engkau akan mengerti
Betapa bodohnya terburu-buru

Belajarlah untuk hening,
Dan engkau akan mengetahui
Dirimu telah terlalu banyak bicara

Jadilah bajik
Dan engkau akan mengetahui
Dirimu telah terlalu keras menghakimi orang lain

--Pepatah China Kuno ”


Lihatlah untaian kalimat yang indah diatas, terutama bagian terakhir “…Dirimu telah terlalu keras menghakimi orang lain…”. Seperti itulah kebanyakan masyarakat Indonesia sekarang ini, kebanyakan menghakimi orang lain, terutama pemerintah kurang ini, kurang itu, padahal jika dipikir kalau kita yang menduduki posisi itu, apakah mampu? Atau malah lebih parah lagi?
Jadi mari kita terlebih dahulu memperbaiki diri kita sendiri, dimulai dari diri kita sendiri yang menjadi masyarakat yang baik, tertib, sadar hukum, taat pada peraturan, dan tidak menyalahkan pemerintah terus, tetapi ikut serta dalam membangun. Bukan berarti pemerintah tidak mempunyai kekurangan atau mengkritik itu tidak baik, tapi akan lebih baik apabila kita sama-sama memperbaiki diri kita dahulu, jika semua rakyat Indonesia, mau memperbaiki dirinya masing-masing, saya yakin Negara ini akan menjadi lebih baik, daripada sekarang ini yang hanya bisa menyalahkan pemerintah.
Intinya, untuk memperbaiki Negara kita tercinta yang makin terpuruk ini, yaitu dengan memperbaiki jiwa kita masing-masing dahulu, otomatislah yang menjabat akan terperbaiki, karena pejabat itu kan lahirnya dari rakyat, rakyat sehat, pemerintah sehat, Negara sehat.

Pantun jenaka / Rifqy Syaiful Bahri (25)

Banyak noda pada kain
Nodanya berasal dari daun suji
Janganlah kau pilih seorang pemimpin
Yang hanya bisa mengumbar janji

Ke pasar Beli terasi
Karena terasi nikmat rasanya
Perlukah kita demonstrasi
Jika tak ada hasilnya

Si Adul menjual karpet
Pada rumah makan prasmanan
Jangan hanya menyebar pamflet
Kalau pemerintahannya diragukan

Di pasar ada orang kikir
Berjualan sate sambil membawa burung gelatik
Jika kita pikir-pikir
Sudah dewasakah kita melakukan debat politik?

Kalau tali itu ditarik
Maka tombol itu ditekan
Jika kamu warga yang baik
Berbudaya politiklah sesuai aturan

Mogok/ Kadek Dian Kartika Khrisnayanti (10)

Mogok kerja atau pemogokan adalah peristiwa di mana sejumlah besar karyawan perusahaan berhenti bekerja sebagai bentuk protes. Jika tidak tercapai persetujuan antara mereka dengan majikan mereka, maka mogok kerja dapat terus berlangsung hingga tuntutan para karyawan terpenuhi atau setidaknya tercapai sebuah kesepakatan. Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti suatu kebijakan. Kadang, pemogokan dapat mengguncang stabilitas kekuasaan partai politik tertentu.

Sebagai salah satu contoh yang saya dapatkan dari suatu sumber sebagai berikut:
Serikat Buruh Bangkit atau SBB hari ini, Jumat (7/5/2010) pukul 10.00 WIB, akan melakukan mogok kerja. Mereka akan menggelar aksinya di Apartemen Permata Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Selain mogok kerja, hari ini juga akan diwarnai aksi unjuk rasa. Berdasarkan informasi dari Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, unjuk rasa akan digelar di Gerbang Forum Harapan Indah, Bekasi pukul 13.00 WIB. TMC tidak menyebutkan dari elemen mana yang akan berunjuk rasa.
Unjuk rasa berikutnya berlangsung pukul 14.30-16.00 WIB di Kedubes Swiss, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Namun TMC juga tidak merinci dari elemen mana yang akan berunjuk rasa.
Padahal Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah membuat tentang akibat hukum mogok kerja yang tidak sah. Seperti apa yang tertulis dibawah ini.
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1.Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.
2.dll. (tidak saya sebutkan)

Saran saya, sebaiknya para demonstran tidak melakukan aksi unjuk rasa yang berlebihan. Apalagi itu dapat memperlambat pekerjaan sebuah perusahaan. Dan itu tergolong unjuk rasa yang tidak sah. Jika kita pikirkan, hal itu sebenarnya sangat merugikan baik di pihak perusahaan dan diri kita sendiri. Karena dengan melakukan unjuk rasa dan mogok yang tidak sah, tidak akan mendapat tanggapan dari perusahaan tersebut. Sebaiknya untuk melakukan mogok dan unjuk rasa, kita sebagai warga negara yang baik, kita mematuhi aturan yang ada serta tidak berbuat anarkis.

PEMILU, PUNYA HAK PILIH, TAPI TIDAK DIGUNAKAN. APA KATA DUNIA? / Made Dewi Setyathi (09)

Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas.
Tujuan dari diselenggarakannya pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Dalam Pemilu, masyarakat memiliki hak untuk memilih sedangkan orang-orang yang mengisi jabatan tertentu memiliki hak untuk dipilih. Hak memilih ini tercantum dalam Pasal 19 UU No. 10 Tahun 2008 yang berisikan bahwa :
(1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
(2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih.
Peserta pemilu tersebut dipegang oleh partai-partai yang mendukung. Peserta Pemilu ini akan mengadakan kampanye untuk berorientasi dengan masyarakat tentang apa program-program dan janji-janjinya setelah ia terpilih dan mengisi jabatan tersebut. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Namun, masalah yang sangat sering kita lihat pada saat pemilu dilaksanakan adalah adanya ”golput” atau tidak menggunakan hak pilihnya. Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa mereka memilih melakukan golput. Padahal mereka akan sangat rugi jika tidak menggunakan hak pilih mereka.
Dulu, saat dunia ini belum melaksanakan demokrasi, rakyat menuntut agar mereka bisa memilih pemimpinnya secara langsung. Namun kini, saat demokrasi sudah dilaksanakan di berbagai Negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak sedikit yang malah tidak menggunakan hak pilihnya. Ini sangat ironis. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, riset membuktikan bahwa golput disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

Kurangnya pengetahuan tentang calon-calon pemimpin, karena tidak pernah memperhatikan berita-berita yang ada di berbagai media massa, sehingga memilih golput karena takut salah pilih.

Karena sikap cueknya terhadap negaranya sendiri, jadi mereka tidak memilih satupun dari pilihan yang ada, karena menganggap pemilu itu tidak penting.
Sedangkan kerugian yang didapat jika kita tidak menggunakan hak pilih kita, antara lain:

Kehilangan hak pilih kita, tidak berpartisipasi dalam pemilu, dan tidak menjalankan program pemerintah, karena pemilu adalah salah satu program pemerintah.

Yang terpilih nanti belum tentu yang terbaik, karena satu suarapun sangat menentukan nasib bangsa kita dan sekaligus nasib kita sebagai rakyat.

Dari fakta di atas, terbukti sudah bahwa golput hanya mendatangkan kerugian. Jika kita golput, itu sama saja dengan tidak berpartisipasi dalam pemilu, dan tidak menjalankan program pemerintah, karena pemilu adalah salah satu program pemerintah.
Jika bukan kita yang memperdulikan nasib bangsa kita, siapa lagi yang akan merubah bangsa kita menjadi lebih baik. Karena satu suara dari kita akan menentukan naisib bangsa kita kedepannya.
(Sumber: www.google.com)

DEMONSTRASI / Dewi Purnama (08)

Seiring pergantian masa dari masa orde baru menuju ke masa reformasi, banyak sekali terjadi perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Salah satu yang paling menonjol adalah adanya kebebasan bagi setiap orang untuk mengeluarkan pendapatnya sseperti yang telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan pendapat salah satu di antaranya adalah melalui jalan demonstrasi. Demonstrasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok atau beberapa kelompok, baik yang memiliki kepentingan yang sama maupun kepentingan saling bertentangan dengan jalan memprotes tindakan atau kebijakan pemerintah atau pihak lain yang dianggap merugikan kepentingan para demonstran atau masyarakat yang diwakili. Aksi tidak sembarangan dapat dilakukan karena pihak-pihak yang akan melakukan demonstrasi harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan, diantaranya adalah memberikan laporan atau pemberitahuan kepada pihak yang berwajib atau aparat keamanan minimal 3 × 24 jam sebelum demonstrasi dilakukan. Hal ini bertujuan agar aksi demonstrasi tersebut mendapatkan jaminan keselamatan dari pihak yang berwajib. Selain itu, pihak-pihak yang melakukan aksi demonstrasi diharapkan agar tetap menjaga ketertiban selama menjalankan aksinya dan tidak mengganggu ketertiban dan ketenangan pihak-pihak lain yang tidak melaksanakan demonstrasi. Tapi, sudahkah bangsa kita melakukan aksi demonstrasi itu dengan benar?
Belakangan ini, aksi-aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia banyak yang akhirnya ricuh dimana terjadi bentrokan antara pihak yang melakukan demonstrasi dengan aparat keamanan yang menjaga dan mengawasi jalannya demonstrasi. Bahkan kadang kala bentrokan itu sampai menimbulkan korban jiwa. Hal lainnya yang dapat kita soroti adalah maraknya demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa yang mendapat julukan kaum reformasi karena merekalah yang telah berhasil menjatuhkan Presiden Soeharto dan membawa bangsa ini menuju pada masa reformasi, khususnya para mahasiswa di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya. Mereka melakukan aksi tersebut dengan tujuan untuk memprotes kebijakan-kebijakan pemerintah yang mungkin menurut mereka tidak adil bagi rakyat kebanyakan. Tapi, apakah aksi demonstrasi itu memang mereka lakukan karena mereka merasa kebijakan pemerintah itu tidak adil ataukah karena ada oknum-oknum tertentu yang mengatasnamakan mahasiswa yang memiliki tujuan-tujuan tersendiri dalam aksi demonstrasi itu?
Hal ini perlu kita perhatikan dengan baik karena tidak jarang mahsiswa di negeri kita memprotes kebijakan yang tetapkan oleh universitas mereka sendiri dan melakukan aksi demonstrasi. Tidakkah mereka berpikir bahwa tindakan mereka itu akan merugikan diri mereka sendiri karena waktu mereka untuk menuntut ilmu harus terbuang percuma saat mereka melakukan aksi demonstrasi itu. Kejadian-kejadian seperti itu sepatutnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak karena hal ini menunjukkan betapa bangsa kita belum dapat melaksanakan pemerintahan demokrasi yang baik dan benar. Untuk itu, sebaiknya perlu adanya kerja sama dan peran serta dari berbagai pihak guna menanamkan dan menumbuhkan budaya-budaya politik bagi generasi penerus bangsa kita. Karena penanaman sejak dini tentang budaya politik akan melahirkan jiwa-jiwa pemimpin yang cakap di kemudian hari dan membawa Indonesia semakin maju.

DEMONSTRASI DI NEGARA DEMOKRASI/ Ni Putu Yena Yossiana Devi (25)

“Aksi anarkis yang dilakukan mahasiswa menuntut penuntasan skandal Bank Century kembali terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan Kamis (4/2). Ratusan mahasiswa Universitas Sultan Alauddin Makassar berunjuk rasa dengan merusak fasilitas publik yang berada di sekitar Jalan Sultan Alauddin. Pos polisi yang berada di perempatan Jalan Pettarani dan Sultan Alauddin yang berada di dekat kampus juga menjadi sasaran pengrusakan. Selain memecahkan kaca-kaca, mereka juga menghancurkan perabotan di pos polisi…” (http://berita.liputan6.com)
Cuplikan di atas merupakan salah satu kasus dari sekian banyak kasus demonstrasi anarkis yang terjadi di Indonesia. Kerusuhan, menganggu ketertiban, dan anarkis, merupakan kesan yang ditangkap masyarakat Indonesia mengenai demonstrasi-demonstrasi yang terjadi di era reformasi ini. Demosntrasi memang merupakan hal yang wajar terjadi di negara-negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Namun perlu diingat pengertian dan tujuan dari demostrasi itu sendiri. Apa sebenarnya demonstrasi itu? Apakah tujuan kita melakukan demosntrasi? Bagaimanakah sikap dan perilaku kita ketika melakukan demosntrasi?
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang patut kita jawab dan renungkan. Demonstrasi pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menyalurkan aspirasi. Apalagi saat ini tampaknya saluran politik di parlemen sedang macet, sehingga aksi-aksi demonstrasi makin marak terjadi. Seperti yang diungkapkan oleh Dzulfian Syafrian dalam weblog-nya, “Malang nasib kita, keadaan partai politik kita jauh dari kondisi ideal. Partai politik tidak lebih dari sekedar kendaraan politik untuk mencapai keinginan semu, minim ruh-ruh perjuangan, apalagi nilai-nilai pengorbanan. Yang ada adalah perlombaan untuk memperkaya diri. Wajar jika tidak sedikit wakil rakyat kita yang harus dibui lantaran tertangkap kasus korupsi…”
Demonstrasi yang marak terjadi tidak lain merupakan wujud kepedulian masyarakat sekaligus ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap system pemerintahan di Indonesia. Ditambah lagi seperti yang diungkapkan di atas, mengenai buntunya saluran aspirasi lewat DPR, membuat demonstrasi menjadi sesuatu yang sangat wajar. Dzulfian Syahrifan juga mengungkap bahwa semenjak era reformasi, kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hadiah terbesar bagi negeri ini setelah lebih dari tiga puluh tahun suara rakyat dibungkan oleh kejamnnya zaman otoritarian ala orba. Alhasil, nampaknya di negeri ini berlaku istilah tiada hari tanpa demonstrasi.
Dilihat dari segi tujuan dan manfaat, jelas demonstrasi merupakan suatu hal positif jika tidak dibarengi dengan aksi “ANARKIS” para demosntran. Bagaimana tidak, gambaran mengenai demonstrasi secara umum menjadi sangat buruk diakibatkan oleh demonstran yang tidak bisa menahan emosinya sehingga melakukan aksi-aksi yang merusak fasilitas dan menganggu ketertiban serta keamanan. Demonstrasi anarkis ini biasanya dimaksudkan untuk menarik perhatian berbagai kalangan agar aspirasi mereka lebih didengar. Namun bukannya menarik perhatian positif, aksi anarkis ini malah dinilai negatif oleh sebagian masyarakat. Sering terdengar cibiran dalam masyrakat mengenai kaum intelektual yang berdemonstrasi anarkis, melempar batu, botol, bamboo, dan sebagainya.
Bayangkan, apakah yang ada dalam benak pemerintah kita ketika terhadi suatu masalah di negeri ini kemudian banyak orang berbondong-bondong turun ke jalan dengan membawa spanduk, slogan, dan tidak lupa mengikutsertakan bumbu-bumbu tindakan anarkis? Tentu saja hal ini akan membawa masalah baru. Belum lagi apabila terjadi bentrokan antara demosntran dan polisi. Sering kali terjadi kesalahpahaman antara demosntran dan polisi sehingga berawal dari demonstrasi, akan berujung pada jeruji besi.
Inikah yang dikehendaki oleh “aksi demonstrasi”? tentu tidak. Maka dari itu, tujuan mulia demonstrasi, yakni menyalurkan aspirasi guna membantu menyelesaikan permasalahan negeri ini janganlah dicampur adukkan dengan kepentingan pribadi atau golongan. Jangan pula dikaburkan dengan emosi yang meluap-luap dan akal sehat yang tertinggal di rumah sehingga maksud dari aksi demonstrasi tersebut akan tersampaikan dengan lebih baik
Demonstrasi tidak pernah salah. Kesalahan tindakan demonstrasi terdapat pada demosntran yang sekali lagi, kebanyakan tidak dapat menyelaraskan antara pikiran dan tindakannya. Demonstrasi yang sopan, santun, dan damai tentu akan lebih menarik simpati dan tanggapan positif dibandingkan dengan demosntrasi yang anarkis.